Kembali hadir, Blog Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu kali ini membagi arsip tentang majas Hiperbol (Hiperbola), yaitu majas yang menggungkapkan sesuatu secara berlebihan. Dengan kata lain, pengungkapannya terlalu dilebih-lebihkan.
Sebagai lanjutan dari arsip sebelumnya, kembali Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu akan membagi salah satu 'varian'-nya, yaitu Homofon; sekaligus menutup bahwa arsip ini merupakan arsip yang terakhir terkait dengan 'Tiga Homo'. Ya, selain Homonim dan Homograf, kita juga mengenal Homofon.
Untuk yang satu ini, kita kadang salah menggunakannya. Kata 'hukuman' kerap kali kita ganti dengan kata 'sangsi', padahal bukan kata itu yang dimaksud, seharusnya sanksi.
Homofon adalah kata yang pelafalannya sama, namun tulisan dan maknanya berbeda.
Contoh: 1.Bang Ahmad menabung di bank Mandiri. 2.Saya sangsi jika dia akan mendapat sanksi dari pimpinan. 3.Di masa sekarang ini, banyak sekali terjeadi pergerakan massa. 4.Mekanik itu memperbaiki mobil tank dengan sebatang tang saja. 5.Sekalipun kamu menghiba, aku tetap tak memberi kesempatan sekali pun juga.
Demikian, baru lima kata ini saja yang sempat tercatat di buku notes saya......
Sebelumnya, Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu telah membagikan tentang Polisemi dan Homonim beserta contoh-contohnya. Kali ini Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu akan tunjukkan bagaimana PERBEDAAN POLISEMI DENGAN HOMONIM:
NO
POLISEMI
HOMONIM
1
Berasal dari satu kata
Berupa dua kata atau lebih
2
Ada hubungan makna
Tidak ada hubungan makna
3
Digunakan secara konotatif kecuali kata induknya
Digunakan secara denotatif
Keterangan: Konotatif= makna kiasan/makna tambahan Denotatif=makna sebenarnya/makna asal
Contoh Polisemi: Sambil memegang mulutnya yang berdarah, ia berdiri di mulut pintu. Penggunaan kata 'mulut' masih memiliki hubungan makna: sama-sama tempat keluar masuk.
Contoh Homonim: Walau terkena bisa ular, ia masih bisa bernafas. Penggunaan kata 'bisa' memiliki perbedaan makna: 1) racun, 2) dapat.
Majas Metonimi: Tabrakan Xenia | Status FB Terakhir Salah Satu Korban---- Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia, kita mengenal majas Metonimi. Majas metonimi adalah majas yang memakai nama, ciri atau hal yg ditautkan dengan orang/barang/sesuatu. Lantas, siapa yang tak tahu dengan metonimi: Tabrakan Xenia/ Tabrakan Tugu Tani? Siapapun yang mendengar pasti tahu bahwa yang dimaksud adalah kecelakaan maut di Tugu Tani, Jakarta pada hari Minggu (22/1/2012) sekitar pukul 11.00 WIB yang menewaskan 8 orang itu.
Menurut berita, para korban tersebut adalah: 1. Moch Hudzaifah alias Ujay, 16 th 2. Firmansyah, 21 th 3. Suyatmi, 51 th 4. Yusuf Sigit; 2,5 th 5. Ari, 16 th 6. Nanik Riyanti, 25 th 7. Fifit Alfia Fitriasih, 18 th 8. Laki-laki, belum diketahui namanya umur sekitar 17 th [panggilannya Encek]
Korban luka 5 orang dirawat di RSPAD Gatot Subroto yaitu: 1. Ny. Siti Mukaromah, 30 th 2. Moh Akbar, 22 th 3. Keny, 8 th 4. Indra, 11 th 5. Bp Teguh Hadi Purnomo
Salah satu korban kecelakaan maut Xenia, Moch Hudzaifah alias Ujay, ternyata sudah dapat firasat kalau ajalnya sudah dekat. Berikut Screenshot facebooknya:
Terlepas nenar atau tidak, yang jelas tabrakan Xenia ini juga menjadikan Afriani Susanti sebagai tersangka. Kabarnya, pelaku dalam keadaan mabuk saat mengendara mobil dan tanpa SIM/STNK pula. Kontan saja, caci-maki mengalir deras di situs jejaring. Coba saja search @siNengApril di Twitter, niscaya kita akan temukan banyak perbendaharaan kata makian baru yang kalau disusun bisa-bisa lebih tebal dari KBBI-nya Poerwadarminta.
Turut berduka cita sedalam-dalamnya untuk keluarga korban...............
Contoh metonimi (atau juga disebut metonomia) lainnya: - naik Honda ke kota - mengisap Gudang Garam - naik Garuda - membeli Polygon - membaca Chairil Anwar
Sumber Screenshot Status FB: http://forum.vivanews.com/aneh-dan-lucu/274423-status-facebook-terakhir-salah-satu-korban-tabrakan-xenia.html
Teori | Pergeseran Makna Peyorasi | Awarding di Kalangan Blogger---- Bahasa itu unik. Selama peradaan manusia ada dan zaman terus berkembang, maka bahasa pun akan mengalami perubahan. Perubahan yang dimaksud itu dapat berupa perubahan makna. Perubahan makna masih merupakan hal yang tak perlu dirisaukan. Yang patut dirisaukan itu adalah musnahnya beberapa kosakata akibat telah punahnya sesuatu atau benda yang menjadi acuannya. Beruntung, kata dinosaurus tidak hilang dalam perbendaharaan bahasa karena walaupun dino sudah punah, ia masih 'diabadikan' dalam film.
Kembali ke pergeseran makna. Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia, kita mengenal beberapa perubahan makna. Ada Sinestesia, Asosiasi, Meluas (Generalisasi), Menyempit (Spesialisasi), Ameliorasi, dan Peyorasi. Kali ini kita bahas perubahan makna Peyorasi dulu.
Peyorasi adalah perubahan makna menjadi lebih jelek. Maksudnya kata tersebut bergeser maknanya menjadi lebih jelek dibanding makna kata di waktu yang lalu.
Contoh: pembantu. Di masa yang lalu, jika kita mendengar kata pembantu, maka kita tahu yang dimaksud adalah orang yang membantu. Zaman dulu, orang akan sangat bangga memperkenalkan dirinya sebagai pembantu presiden misalnya. Zaman sekarang? Yang namanya pembantu ya berarti pesuruh rumah tangga, atau lebih kasarnya lagi: babu. Mohon maaf, ini bukan dalam konteks membicarakan pahlawan devisa (lebih mulia dari sebutan TKW). Itu soal lain, tidak sama dengan pembahasan pembantu dalam posting ini. It's ok. Zaman selalu berubah, suatu kata bisa berubah menjadi jelek, bisa berubah menjadi baik.
Mau bukti? Ini: kata perempuan dan wanita. Zaman dulu, kata perempuan lebih 'anggun' terdengar. Seiring perkembangan zaman, kata perempuan kalah pamor dengan kata 'wanita'. Kata wanita lebih modern dan bernilai emansipasi dibanding kata 'perempuan' yang 'ndeso'. Namun, kemuakan atas modernisasi dan materialisme walhasil menempatkan kata 'perempuan' kembali pada pamornya. Perempuan tentu terasa lebih virgin dan asli, sesuatu yang seperti menjadi obsesi (sehingga sampai-sampai Dewi Perssik rela operasi selaput dara?). Ya, manusia memang tak pernah puas-puasnya. Contoh lain adalah kata 'cinta'. Maknanya begitu cepat bergeser menjadi jelek, menjadi baik, dan menjadi jelek lagi. Hanya di Cinta Deras milik sobat Raihan Mar'ie Ramadhan, menurut saya, kata 'cinta' berdiri di singgasananya yang tertinggi.
Seperti halnya pokok bahasan yang menginspirasi saya menulis posting ini, Awarding di kalangan blogger. Dalam tulisannya, Iskaruji dot com mengatakan "Award atau jika boleh diartikan penghargaan, sekecil apapun itu merupakan bentuk apresiasi yang bernilai yang sudah sepatutnya di terima dengan baik...." Iskaruji dot com juga menambahkan tak akan membagi award tersebut walaupun si pemberi meminta untuk dibagikan lagi kepada 10 (sepuluh) blogger pilihan lainnya. Karena ".... award itu seharusnya sangat bernilai bagi penerimanya. Bukan sebaliknya melecehkan sebuah award yang diterimanya. Bentuk pelecehan yang dimaksud adalah memberikan award yang diterimanya ke orang lain, atau memberi agar diberikan ke orang lain lagi."
Award tersebut memang sudah mengalami peyorasi. Dan setiap kita (tidak hanya saya) mendengar Blog Anu mendapat award dari Blog Anu, maka anggapan miring atas award tersebut lantas bermunculan. Kasihan award...(Maaf jika mungkin kalimat ini kurang berkenan) Andai, award berdiri sebagai dirinya, sebagai makna asalnya, maka Blog Pelajaran B.Indonesia di Jari Kamu ini tak hanya mendapat award dari Iskaruji dot com (dan satu blogger lain: One Lovely Blog) saja. Tapi lantaran trafiknya baru seribuan dibanding Iskaruji dot com yang belasan ribu, siapa sih yang mau? (Ngarep)
Teori | Mengenal Polisemi dan Contoh-contohnya---- Masih ingat kan penggunaan kata pagi dalam arsip terdahulu Pelajaran Bahasa Indonesia di Jari Kamu mengenai wawancara imajiner saya dengan pelatih Nil Maizar dan Jacksen F. Tiago di ajang Perang Bintang ISL 2011 lalu? (Silakan baca lagi di SINI). Nah, kata pagi yang digunakan dalam wawancara tersebut merpakan contoh polisemi. Polisemi adalah istilah untuk penggunaan dua kata atau lebih yang memiliki bentuk yang sama namun masih memiliki hubungan makna. Polisemi berbeda dengan Homonim, Polisemi digunakan secara konotatif (kecuali kata induknya).
Berikut contohnya:
Para pemain harus latihan pagi ini. Terlalu pagi untuk membicarakan taktik bermain.
Kena sikut pemain lawan, mulutnya langsung berdarah. Jika lawan melakukan tendangan bebas, harus ada pemain lain selain kiper yang berdiri di mulut gawang.
Yang memakai nomor 23 di tim Setan Merah itu, anak saya. Di sisi lapangan perlu disediakan banyak anak gawang.
Bambang memang jago kalau urusan membuat gol dengan sundulan kepala. Rahmad Dharmawan sudah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pelatih kepala di timnas U-23.
Karena lokasi latihan jauh, para pemain terpaksa latihan di halaman hotel. Pelatih mana yang suka membuka-buka halaman buku catatan ketika timnya bertanding?
Dari jauh, terlihat Wim sedang turun dari balkon VVIP. Sejak aktif di luar sepak bola, popularitas Irfan Bachdim agak sedikit turun.
Kaki pemain Thailand itu besar sekali. Pandangannya nanar ke arah kaki bukit di belakang stadion.
Menceritakan Pengalaman Pribadi, Memalukan atau Menggelikan?---
Pengalaman adalah sesuatu yang dialami. Pengalaman itu bisa menyenangkan, menyedihkan, memalukan, menggelikan, mengharukan, dan lain-lain. Berikut contoh sebuah pengalaman. Silakan tentukan: memalukan atau menggelikan? Hhehe.... (Sekadar diketahui, kalimat dalam kutipan cerita ini masih terdapat kata-kata tidak baku).
Suatu hari, ketika aku sedang asyik nongkrong di WC umum, BAB sambil mengkhayal positif, tiba-tiba orang dari ruang WC sebelah berkata: "Halo brow, apa kabar?"
Aku sempat kaget sesaat, ya tidak nyangka juga kalau aku begitu tenar sampai ke pengunjung WC Umum seperti itu. Berhubung aku orangnya ramah dan tidak sombong, maka aku jawab: "Kabar ane baik kok...
Eh dia nanya lagi: "Gi ngapain lo?"
Aku bilang "Hahaha... kamu pikir sendiri dong, orang kalau di WC itu ngapain? Main catur? Hahaha... Ya samalah, sama yg kamu lakukan..."
Dia diam sebentar, tapi kemudian nanya lagi: "Gue boleh nggak ke tempat lo?"
Aku kaget bukan main, waah gila...!! Kalau ini sih sudah kelewatan! Jangan-jangan orang itu agak 'menyimpang' gitu, maka dengan sedikit berteriak aku menjawab: "Woy, jangaaaan...!! Mau ngapain kamu ke sini?!"
Kemudian aku dengar orang itu bicara: "Eh udah dulu ya, nanti gue telpon lagi. Soalnya di sebelah ada orang sarap yang dari tadi ngejawab pertanyaan gue, bye..."
Makna Awalan me- pada Kata Merumput | Cannavaro, Pires, dan Denilson akan "Merumput" di Indonesia--- Cannavaro, Pires, dan Denilson akan "merumput" di Indonesia? Ah yang benar? Bukankah mereka masih produktif sebagai pemain sepakbola? Terlebih lagi, mereka adalah pemain bola berlabel level dunia yang bahkan telah merasakan nikmatnya sebagai juara Piala Dunia. Buat apa merumput di Indonesia?
Hhaha, mereka bukan mau mencari rumput. Merumput yang dimaksudkan di sini adalah mereka akan merasakan rumput di Indonesia dalam sebuah ajang bertajuk Even Starbol Indonesia 2012 yang dipromotori oleh Morstar Indonesia. Ya mereka akan datang ke Indonesia, bukan merumput dalam arti mencari rumput namun akan berlaga di lapangan hijau Indonesia.
Dalam B.Indonesia, kata merumput memang mengandung makna gramatikal mencari rumput. Untuk jelasnya dapat dilihat pada keterangan berikut:
Makna mencari, contoh: merumput (mencari rumput) Makna melakukan perbuatan, contoh: memutar (melakukan putaran) Makna berlaku seperti, contoh: membabi-buta (seperti babi buta) Makna menjadi, contoh: memerah (menjadi merah) Makna menuju ke-, contoh: menepi (menuju ke tepi) Makna mengerjakan dengan alat, contoh: memancing (mengerjakan dengan pancing) Makna membuat, contoh: menyambal (membuat sambal) Makna dalam keadaan, contoh: mengantuk (dalam keadaan kantuk) Makna mengisap/minum, contoh: merokok (mengisap rokok) Makna mengeluarkan, contoh menyanyi (mengeluarkan nyanyian)
Fungsi awalan me-: membentuk kata kerja aktif.
Untuk kasus judul headline Tribunnews.com tersebut (Cannavaro, Pires, dan Denilson akan "merumput" di Indonesia), kata merumput diberi tanda petik. Fungsi tanda petik di sini adalah menjelaskan bahwa merumput yang dimaksud dalam makna kias, bukan makna gramatikalnya. Begitu......
Skemata Kultural, Memahami Berdasar Latar Budaya--- Dalam sebuah diskusi kelompok dengan topik Wacana dan Kebudayaan, seorang teman mempertanyakan ungkapan alon-alon waton kelakon dan mangan ora mangan kumpul, yang tidak relevan dengan zaman sekarang. Hal itu mengakibatkan kita lambat maju dan ketinggalan dibanding bangsa lain. Teman tadi membandingkan dengan ungkapan bahasa Inggris, time is money.
Ungkapan-ungkapan tersebut tak dapat kita pandang secara umum atau disamaratakan. Masing-masing orang, kelompok, suku, atau bahkan negara memiliki kultur sendiri. Dalam tataran Pragmatik, hal ini disebut dengan Skemata Kultural.
Alon-alon waton kelakon bukan menyiratkan bahwa suatu kelompok masyarakat tertentu itu bersifat lamban. Begitu pula dengan mangan ora mangan kumpul, zaman sekarang siapa juga yang mau. Alon-alon waton kelakon menyiratkan budaya kehati-hatian dan mangan ora mangan menyiratkan budaya kebersamaan. Sesuatu yang baik dalam skemata seseorang dapat terasa sebagai sesuatu yang tidak baik dalam skemata orang lain. Hampir tak dapat dielakkan bahwa struktur-struktur pengetahuan latar belakang kita, skemata kita untuk memahami dunia, ditentukan secara kultural.